Kondisi koperasi di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.
Sebanyak 27 persen dari 177.000 koperasi yang ada di Indonesia atau sekitar
48.000 koperasi kini tidak aktif. Hal itu mengindikasikan kondisi koperasi di
Indonesia saat ini masih memprihatinkan. “Angka koperasi yang tidak aktif
memang cukup tinggi. Saat ini jumlah koperasi di Indonesia ada sekitar 177 ribu
dan yang tidak aktif mencapai 27 persen,” jelas Guritno Kusumo, Sekretaris
Kementerian Koperasi dan UKM.
Ia mengatakan, ada beberapa faktor penyebab banyaknya koperasi tidak aktif, di antaranya pengelolaan yang tidak profesional. Namun demikian hingga kini kementerian masih melakukan pendataan untuk mengetahui hal tersebut.
Dalam hal ini, kementrian terus melakukan pengkajian. Rencananya koperasi yang tidak sehat tersebut akan dipilah sesuai kondisinya. Namun bila sudah tidak ada pengurusnya, koperasi yang tidak aktif tersebut akan dibubarkan.
Mengapa koperasi Indonesia sulit maju?
Ilmu ekonomi ternyata tidak meningkatkan kecintaan para ekonom pada bangun perusahaan koperasi yang menonjolkan asas kekeluargaan, karena sejak awal model-modelnya adalah model persaingan sempurna, bukan kerjasama sempurna. Ajaran ilmu ekonomi Neoklasik adalah bahwa efisiensi yang tinggi hanya dapat dicapai melalui persaingan sempurna. Inilah awal ideologi ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan sosiologi ekonomi ajaran Max Weber, sosiolog Jerman, bapak ilmu sosiologi ekonomi. Ajaran Max Weber ini sebenarnya sesuai dengan ajaran awal Adam Smith (Theory of Moral Sentiments, 1759) dan ajaran ekonomi kelembagaan dari John Commons di Universitas Wisconsin (1910). Koperasi yang merupakan ajaran ekonomi kelembagaan ala John Commons mengutamakan keanggotaan yang tidak berdasarkan kekuatan modal tetapi berdasar pemilikan usaha betapapun kecilnya. Koperasi adalah perkumpulan orang atau badan hukum bukan perkumpulan modal. Koperasi hanya akan berhasil jika manajemennya bersifat terbuka/transparan dan benar-benar partisipatif. Keprihatinan kita atas terjadinya kesenjangan sosial, dan ketidakadilan dalam segala bidang kehidupan bangsa, seharusnya merangsang para ilmuwan sosial lebih-lebih ekonom untuk mengadakan kajian mendalam menemukenali akar-akar penyebabnya. Khusus bagi para ekonom tantangan yang dihadapi amat jelas karena justru selama Orde Baru ekonom dianggap sudah sangat berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara meyakinkan sehingga menaikkan status Indonesia dari negara miskin menjadi negara berpendapatan menengah. Krisis multidimensi yang disulut krisis moneter dan krisis perbankan tahun 1997tidak urung kini hanya disebut sebagai krisis ekonomi yang menandakan betapa bidang ekonomi dianggap mencakupi segala bidang sosial dan non-ekonomi lainnya. Inilah alasan lain mengapa ekonom Indonesia mempunyai tugas sangat berat sebagai penganalisis masalah-masalah sosial-ekonomi besar yang sedang dihadapi bangsanya. Perbedaan pendapat di antara ahli hukum atau ahli sosiologi dapat terjadi barangkali tanpa implikasi serius, sedangkan jika perbedaan itu terjadi di antara pakar-pakar ekonomi maka implikasinya sungguh dapat sangat serius bagi banyak orang, bahkan bagi perekonomian nasional.
Berikut ini merupakan lambang-lambang koperasi yang belum efektif dijalankan sesuai dengan fungsinya, khususnya dalam bidang memajukan tingkat perekonomian koperasi di Indonesia :
· Perisai
Perisai memiliki arti
yaitu Upaya keras yang ditempuh secara terus-menerus. Hanya orang yang bekerja keras yang dapat
menjadi anggota koperasi. Menurut saya bangsa indonesia belum menerapkan
namanya kerja keras. Masyarakat yang menjadi anggota koperasi di Indonesia
tidak mau bekerja keras, tetapi hanya mau hasil yang instan, tidak mau berusaha
dengan keras, itu yang belum sama sekali mendukung arti dan lambing dari
perisai itu sendiri.
·
Rantai
(sebelah kiri)
Artinya adalah ikatan
persaudaraan yang kuat antara anggota koperasi. Tetapi dilihat secara lebih
teliti lagi, bahwa ikatan yang timbul tidak mencangkup semua anggota. Sekarang
para anggota sudah merupakan arti pentingnya persaudaraan, tetapi mereka lebih
mengutamakan arti sifat perorangan seperti yang dilakukan dinegara liberalis,
bukan kesatuan.
·
Kapas
dan Padi (sebelah kiri)
Memiliki arti yaitu kemakmuran
anggota koperasi, Tetapi pada kenyataannya kemakmuran tersebut belum terealisasikan
secara umum. Masih banyak tingkat kesenjangan yang melanda masyarakat di
indonesia, khususnya koperasi, antar anggota tidak sama hak dan kewajiban yang
mereka terima, itu yang menyebabkan tingkat kesenjangan yang antara para
anggota.
·
Timbangan
Sebenarnya yang menjadi
arti dari timbangan tidak jauh beda dengan arti dari padi dan kapas, yaitu
keadilan dari para anggota koperasi mengenai hak dan kewajiban. Seperti halnya
dengan padi dan kapas, hal keadilan belum menjamah para anggota koperasi secara
lebih menyeluruh.
·
Bintang
Bahwa Anggota Koperasi
yang baik adalah yang mengindahkan nilai-nilai keyakinan dan kepercayaan, yang
mendengarkan suara hatinya. Namun pada kenyataannya anggota koperasi masih ada
yang tidak peduli satu sama lain, dan tidak mengindahkan suara hatinya.
·
Pohon
Beringin
Simbol kehidupan,
sebagaimana pohon dalam Gunungan wayang yang dirancang oleh Sunan Kalijaga.
Dahan pohon disebut kayu (dari bahasa Arab "Hayyu"/kehidupan).
Timbangan dan Bintang dalam Perisai menjadi nilai hidup yang harus dijunjung
tinggi. Karena nilai – nilai bintang dan perisai belum dipakai oleh masysrakat
Indonesia, secara otomatis arti penting kehidupan dalam berkoperasi belum
dijalankan.
·
Koperasi
Indonesia
Memiliki arti bahwa
setiap Negara harus mempunyai arti dan nilai-nilai tersendiri. Dalam hal yang ini, saya merasa
setuju, karena bangsa Indonesia sudah mempunyai arti dan nilai-nilai tersendiri, dan
tidak merupakan plagiat dari bangsa lain, meskipun mungkin ada azas yang sama
dengan negara
lain.
·
Warna
Merah Putih
Warna merah dan putih
yang menjadi background logo menggambarkan sifat nasional Indonesia.
Saya berpendapat sama dan saya setuju, kerena bangsa Indonesia ini sudah sangat
bersifat nasionalisme yang mendalam pada hati setiap masyarakatnya.
Dalam proses pembangunan ekonomi, kita menyadari kerap
terjadi sektor-sektor yang terpinggirkan atau terlupakan, baik oleh para pelaku
ekonomi maupun para pengambil kebijakan. Biasanya yang terpinggirkan ini adalah
mereka yang bergerak di usaha kecil, mikro, menengah, dan beberapa jenis badan
usaha yang kurang
mendapat arah, seperi koperasi. Padahal, usaha kecil tidak pernah mempersoalkan
kenapa mereka menjadi kecil. Mereka memahami adanya perbedaan kemakmuran,
besar-kecil, sebagai bagian yan tidak terhindarkan dalam sistem ekonomi seperti
yang kita alami saat ini. Namun persoalannya bukanlah pada lebih atau kurang,
tapi lebih kepada sebuah etos : jangan mengambil segalanya sehingga tidak tertinggal
apapun bagi orang lain.
Tidaklah berlebihan apabila ditengah upaya kita menghadapi pasar bebas dan globalisasi, upaya membangun koperasi yang memiliki daya saing, efisiensi, budaya perusahaan (corporate culture), dan inovasi, menjadi hal yang tak terhindarkan. Koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok bagi karakter bangsa kita dalam menghadapi globalisasi tersebut. Oleh karena itu kita semua berupaya mengangkat atau membawa kembali koperasi kedalam mainstream pembangunan bangsa.
Sumber :