Tuesday, September 20, 2011

Sejarah Koperasi di Indonesia

Sudah sejak dahulu kala bangsa Indonesia telah mengenal kekeluargaan dan kegotongroyongan yang dipraktikkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Kebiasaan yang bersifat nonprofit ini, merupakan input untuk Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” yang dijadikan dasar/pedoman pelaksanaan Koperasi.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada pertengahan abad ke-18 telah mengubah dunia. Berbagai penemuan di bidang teknologi (revolusi industri) melahirkan tata dunia ekonomi baru. Tatanan dunia ekonomi menjadi terpusat pada keuntungan perseorangan, yaitu kaum pemilik modal (kapitalisme). Kaum kapitalis atau pemilik modal memanfaatkan penemuan baru itu dengan sebaik-baiknya untuk memperkaya dirinya dan memperkuat kedudukan ekonominya. Hasrat serakah ini melahirkan persaingan bebas yang tidak terbatas. Sistem ekonomi kapitalis/liberal memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal dan melahirkan kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat ekonomi lemah. Didalam kemiskinan dan kemelaratan ini, muncul kesadaran masyarakat untuk memperbaiki nasibnya sendiri dengan mendirikan koperasi.

Sebagai contohnya bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad dan setelah itu dijajah Jepang selama 3,5 tahun. Selama penjajahan, bangsa Indonesia berada dalam kemelaratan dan kesengsaraan. Penjajah melakukan penindasan terhadap rakyat dan mengeruk hasil yang sebanyak-banyaknya dari kekayaan alam Indonesia. Penjajahan menjadikan perekonomian Indonesia terbelakang. Masyarakat diperbodoh sehingga dengan mudah menjadi korban penipuan dan pemerasan kaum lintah darat, tengkulak, dan tukang ijon.

Koperasi lahir sebagai usaha memperbaiki ekonomi masyarakat yang ditindas oleh penjajah pada masa itu. Untuk mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia, sejarah perkembangan koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam dua masa, yaitu masa penjajahan dan masa kemerdekaan.


Masa Penjajahan

Di masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisatif tokoh R. A. Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto (Banyumas) ini berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari lintah darat melalui koperasi. Beliau dengan bantuan E. Sieberg, Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriaatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Sieberg. Mereka mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen.

Gerakan koperasi semakin meluas bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional menentang penjajahan. Berdirinya Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga (koperasi konsumsi). Serikat Islam pada tahun 1913 membantu memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan Toko Koperasi. Pada tahun 1927, usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club yang kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) di Surabaya. Partai Nasional Indonesia (PNI) di dalam kongresnya di Jakarta berusaha menggelorakan semangat kooperasi sehingga kongres ini sering juga disebut “kongres koperasi”.

Pergerakan koperasi selama penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancar. Pemerintah Belanda selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsug maupun tidak langsung. Selain itu, kesadaran masyarakat atas koperasi masih sangat rendah akibat penderitaan yang dialaminya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915. Berdasarkan peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi karena :
• mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal
• akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
• ongkos materai sebesar 50 golden
• hak tanah harus menurut hukum Eropa
• harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi

Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjur koperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “Panitia Koperasi” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan peraturan No.91 yang lebih ringan dari perturan 1915. Isi peraturan No. 91 antara lain :
• akta tidak perlu dengan perantaraan notaris, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
• ongkos materai 3 golden
• hak tanah dapat menurut hukum adat
• berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara adat

Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kembali. Pada tahun 1932, Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada tahun 1933, pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan No. 108 sebagai pengganti peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1915. Peraturan ini merupakan salinan dari peraturan koperasi Belanda tahun1925, sehingga tidak cocok dan sukar dilaksanakan oleh rakyat.

Pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Kantor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang. Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia dapat dikatakan mati.


Masa Kemerdekaan

Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia harus didasarkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian, kehadiran dan peranan koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia, yaitu gotong-royong.

Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.

Namun karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S/PKI. Partai-partai memanfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan koperasi sebagai alat pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang dapat merugikan koperasi sehingga masyarakat kehilangan kepercayaannya dan takut menjadi anggota koperasi.

Pembangunan baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S/PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian nasional merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan memang dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi berjalan lambat. Namun keadaannya seperti itu, pemerintah pada tahun 1947 berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kongres Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :
• mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI )
• menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
• menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi

Akibat tekanan dari berbagai pihak, seperti Agresi Belanda, keputusan Kongres Koperasi I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli 1953, diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil putusan sebagai berikut :
• Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI
• Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
• Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
• Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru

Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :
• kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah
• pengalaman masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa curiga terhadap koperasi
• pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah

Untuk melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain :
• menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi
• memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
• memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil

Organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki. Para pengusaha dan petani berekonomi lemah sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah darat. Cara membantu mereka adalah mendirikan koperasi di kalangan mereka. Dengan demikian pemerintah dapat menyalurkan bantuan berupa kredit melalui koperasi tersebut. Untuk menanamkan pengertian dan fungsi koperasi di kalangan masyarakat diadakan penerangan dan pendidikan mengenai koperasi.



Sumber :
http://www.kba.averroes.or.id/artikel-bisnis/sejarah-perkembangan-koperasi-di-indonesia.html
http://jibon89.wordpress.com/2009/12/09/sejarah-perkembangan-ekonomi-koperasi-di-indonesia/

0 comments:

Post a Comment