Sunday, March 4, 2012

Hukum Menurut Pribadi



Hukum di Indonesia baik Hukum Pidana maupun Hukum Perdata belakangan ini diragukan oleh masyarakat. Banyak kasus-kasus pidana maupun perdata yang lambat diselesaikan atau mungkin tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Contohnya dalam tindak pindana, para penegak hukum dirasa masih kurang adil dalam menetapkan hukuman. Para koruptor yang telah merampas uang rakyat milyaran bahkan trilyunan rupiah hanya dipenjara 2 – 6 tahun. Sedangkan rakyat kecil, sebut saja maling, baik maling biji coklat, batang pinus, maupun maling sandal, mereka diadili dan dapat dikenakan hukuman hingga 5 tahun penjara. Sangat tidak adil rasanya melihat kasus-kasus tersebut. Miris, itulah kata yang sering dilontarkan oleh masyarakat Indonesia melihat kasus seperti ini.

Dalam kasus perdata dapat kita lihat masih banyak pembajakan dan pelanggaran hak cipta. Kurang ketatnya pengawasan dan hukum yang adil di Indonesia menyebabkan kasus-kasus seperti ini masih banyak terjadi. Tentu saja hal ini dapat merugikan pihak yang telah bersusah payah menciptakan karyanya. Namun, mereka tidak dapat menikmati hasil dari apa yang telah mereka ciptakan.

Contoh kasus diatas hanyalah sebagian dari semua kasus yang ada di Indonesia. Menurut saya pribadi, hukum di Indonesia seharusnya dapat lebih ditegakkan, tanpa pandang bulu, derajat, status sosial, dan no money politic. Pemerintah seharusnya mengevaluasi para penegak hukum dan aparat hukum, sehingga penyelenggaraan hukum di Indonesia baik pidana maupun perdata  dapat diawasi dan dilakukan dengan seadil dan sebaik mungkin.

Kondisi Hukum Perdata Di Indonesia


Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem Hukum Eropa, Hukum Agama dan Hukum Adat.

Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur antara perorangan dalam masyarakat. Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat Materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana, yaitu hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan, didalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain didalam masyarakat tertentu. Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil atau yang lebih dikenal dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.

Hukum Perdata Indonesia

Yang dimaksud dengan Hukum Perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat, Belanda, yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang-Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
  • Buku I tentang Orang : mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan.
  • Buku II tentang Kebendaan : mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Meliputi benda berwujud tidak bergerak, benda berwujud bergerak, dan benda tidak berwujud
  • Buku III tentang Perikatan : mengatur tentang hukum perikatan (perjanjian), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
  • Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian : mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Kondisi Hukum Perdata Di Indonesia

Mengenai keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakana masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
  1. Faktor Ethnis, disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia karena Negara Indonesia ini terdiri dari beberapa suku bangsa.
  2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
  • Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
  • Golongan Bumi Putera ( pribumi / Bangsa Indonesia asli ) dan yang dipersamakan.
  • Golongan Timur Asing ( Bangsa Cina, India, Arab )
Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang diperlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
  • Bagi Golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselenggarakan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di Negara Belanda berdasarkan azas konkordinasi. 
  • Bagi Golongan Bumi Putera dan yang dipersamakan berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku dikalangan rakyat, dimana sebagian besar dari hukum adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
  • Bagi Golongan Timur Asing berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan bumi putera dan timur asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk macam tindakan hukum tertentu saja.


Sumber :